Legenda “ Speda pancal sing ga’ ono sadel’le iku..”




Kurang lebih kalimat ini sering terdengar periode 2006-2007 di sekitaran fakultas teknik UB untuk menyebut speda rakitan dengan warna dasar hitam ini ( tapi sih cuma menurut penulis aja, he..he..). Speda rakitan yang menggunakan frame Big Cat, sock absorb RST dan spare part gado-gado ini membutuhkan waktu 2 semester untuk dapat turun ke jalan karena keterbatasan dana pemiliknya. Awalnya hanya berbekal keinginan merakit speda tanpa pikir panjang sang empunnya membeli frame pada akhir 2005 seharga 340rb dan memajang si frame di dinding kamarnya, karena dia pikir dengan hanya berbekal budget yang dimilikinya speda impiannya akan segera dapat ditungganginya dalam waktu dekat. Namun dua minggu kemudian setelah membeli sock absorber depan dengan merk RST seharga 275rb sang empunnya sock berat ketika memperhatikan harga-harga spare part yang benar-benar GILA ABIZZ. Perasaannya bagaikan seekor semut pantai yang sedang “memulai’’ mendaki puncak semeru kemudian diberi tahu bahwa tinggi semeru adalah 3689m dpl. (dooooonggggg....)


Walau ada sedikit penyesalan namun sudah kepalang tanggung, berbekal menyisihkan sedikit biaya hidupnya, tiap satu atau dua bulan sekali dia membeli spare part dan menjadi sebuah ritual baginnya untuk memperhatikan setiap detil berbagai spare part speda yang terpajang di dinding triplek kamar kos yg berukuran 230 x 250 cm setiap mau bobo (he..he.. ^_^ melas banget..). Bulan berganti dan semesterpun berganti si speda impian belum juga selesai, sehingga akhirnya karena sudah sangat kebelet banget ingin menaiki si speda impian akhirnya dengan berat hati si empunnya mencangkok spare partnya dengan memakai spare part yang dia beli di pasar Comboran (pasar yg serba ada & pasar yg ada-ada saja he..he.. ^_^) walaupun sangat tidak nyaman si speda langsung di tungganginya melewati kota batu, pujon, hingga coban Rondo dan bahkan mengajak downhill si speda. Terang saja beberapa jeruji pelk ban lepas, bengkok bahkan beberapa patah. (he.. he.. dasar gak mikir ya....)


Setelah terakit sempurna, baik ke kampus, ke pasar, beli makan, main ke tempat temen dan jalan-jalan si speda selalu bersamanya bahkan hampir rutin setiap pagi selalu ke batu bahkan pujon sehingga walau sudah makan 7 kali sehari ( 1 porsi = nasi + sayur + 1 tempe/tahu/perkedel = Rp 1600,-) tetap saja dia kerempeng alias kurus kering. Hingga suatu ketika setelah mengembalikan komik (Legenda Naga no 36) di kerto-kertoan tepat di dekat tukang nasi goreng dan tukang mie pangsit yang cukup ramai, si speda diajak standing alias jumping di atas polisi tidur (sleep police) dan dalam seketika baut sadel PATAH, terang saja dia wuisin ne... puool... alias maluuuu.. bangeeet.... Dengan sigap dan sedikit jaim sadel dan baut-bautnya segera di masukkan dalam tas slempangnya dan agar cepat-cepat menghilang dari TKP (malu habis pada ketawa semua sih ha..ha..) si speda langsung dipacunya dengan berdiri dan terang saja baru sekitar 200m si empunya speda dah ngos-ngossan abis alias kecapean.







Si empunya speda kemudian sadar setelah beberapa kali mengganti baut yang terus-terusan patah, jika dengan gaya memakai spedannya yang sangat lembut dan penuh kasih sayang itu ( he..he.. bo’ong banget.. ~O_O~ .. orang makenya parah abis ) berapa kalipun baut diganti pasti akan patah (batang sadel tipe satu baut). Walaupun untuk menaiki si speda awalnya terasa lelah dan malu namun seiring berjalannya waktu semua menjadi terasa biasa-biasa saja bagi si empunnya speda. Karena saat itu si empunnya speda termaksud mahasiswa yang suka bikin repot berbagai organisasi kemahasiswaan maka dengan cepat ketenaran si speda berpindah dari mulut kemulut.


Apalagi setelah pada suatu pagi yang cerah di parkiran teknik saat hannya ada Pak Lan (jukir veteran UB) lewat segerombolan anak SD dan si speda lewat kemudian tiba-tiba saja si empunnya speda terjatuh akibat tersangkut kawat baja penahan tiang listrik. Dan sudah barang pasti pak lan dan gerombolan anak-anak SD itu semuannya tertawa terbahak-bahak (ha.. ha.. ^_^), dan mulailah, setiap si empunnya speda nongkrong diparkiran dengan teman-temannya pak lan selalu mengulas kisah lucu di pagi itu, dan si empunnya speda selalu beralasan bahwa karena tidak ada sadel maka butuh konsentrasi tinggi untuk mengendalikan spedanya sehinga dia tidak melihat ada kabel baja. (he.. he.. he.. padahal mah dasarnya aja bodo', dah tau ada kabel baja masih aja di tabrak).







Inilah kisah awal legenda “ Speda pancal sing ga’ ono sadel’le iku” hingga setahun kemudian ibu si empunnya speda dateng ke malang dan sangat syock setelah tahu bahwa anaknya ke bromo dengan speda yang sangat malu-maluin itu. (He.. he..) terang aja dia dimarah-marahin dan kemudian dia dengan segera mengganti batang sadelnya dengan tipe 2 baut. (Sampe sekarang kuat lho...) si speda bahkan mampu menarik minat teman-teman si empunnya speda untuk melakukan berbagai penjelajahan dengan speda mulai dari penjelajahan sawah, kebun bunga, kota, candi, benteng, perternakan kuda, wisata alam, dsb (ini sih menurut si empunnya speda aja..)


Bersama empunnya si speda juga telah menjelajahi pulau bali, pulau sempu, coban rais, coban rondo, waduk karang kates, waduk selorejo, gunung panderman, gunung bromo dan berbagai tempat indah lainnya di berbagai penjuru jawa timur. Si speda juga telah memasuki berbagai ruang kelas, berbagai lab, studio gambar, widyaloka, student center, gedung kemahasiswaan. Mulai dari yang sekedar numpang parkir hingga bermanuver ria. Jika pulang pergi ke kampus atau keluar jalan-jalan pada malam maupun dini hari sekedar menghilangkan penat untuk berpikir sejenak, si empunnya speda dapat dengan santai menikmat indahnya kerlip cahaya kunang-kunang, mendengar gemricik air sungai, kicauan burung, erangan kodok, denging serangga, kilatan cahaya bulan pada permukaan air sungai, suara angin yang meniup-niup pohon bambu ( kos si empunnya speda mang rada pinggiran seh he.. he..). Si speda juga selalu bersamannya jika memasang spanduk, rapat angkatan, jalan-jalan organisasi, buka puasa bareng, ngerjain tugas di tempat temen (he..he.. ketauan deh kalo o’on) bahkan si speda pernah bersamanya ketika tidur di alam terbuka beralaskan dedaunan pohon kayu jawa di gunung panderman.







Banyak kenangan bersamanya baik yang sudah terlewati maupun masih dalam angan ini, sebuah mimpi ingin ku jelajahi pulau jawa hingga ke ujung sumatra (pulau Weh), namun di kaki kanan ini masih belum hilang rasa ............... yang kudapat di Negara (sebuah kota di pulau dewata) dalam heningnya malam serta dalam pekatnya darah. Ku mulai bangun kembali kekuatan diri ini baik jiwa maupun raga, agar dapat berikan kembali masa jaya sang speda impian, karena dia bukan apa-apa tanpaku. Selalu terngiang dalam setiap impiku sebuah mahfuzhot “ Man jadda Wa jada ” yang akan selalu kupegang dalam hidupku.
Eiiits.... kok jadi puitis sih... he... he... ~@_@~ peace..YO REK..

0 komentar: