ABOUT ME

Nama : Dim-Dim Sang Penjaga Mimpi

Kota : Yogyakarta

Pekerjaan : Student Dream Consultant

Vision : Menjaga Api Mimpi Para Pemimpi Muda



SToRy Of my liFe

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh



hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh








0 komentar:

Legenda “ Speda pancal sing ga’ ono sadel’le iku..”




Kurang lebih kalimat ini sering terdengar periode 2006-2007 di sekitaran fakultas teknik UB untuk menyebut speda rakitan dengan warna dasar hitam ini ( tapi sih cuma menurut penulis aja, he..he..). Speda rakitan yang menggunakan frame Big Cat, sock absorb RST dan spare part gado-gado ini membutuhkan waktu 2 semester untuk dapat turun ke jalan karena keterbatasan dana pemiliknya. Awalnya hanya berbekal keinginan merakit speda tanpa pikir panjang sang empunnya membeli frame pada akhir 2005 seharga 340rb dan memajang si frame di dinding kamarnya, karena dia pikir dengan hanya berbekal budget yang dimilikinya speda impiannya akan segera dapat ditungganginya dalam waktu dekat. Namun dua minggu kemudian setelah membeli sock absorber depan dengan merk RST seharga 275rb sang empunnya sock berat ketika memperhatikan harga-harga spare part yang benar-benar GILA ABIZZ. Perasaannya bagaikan seekor semut pantai yang sedang “memulai’’ mendaki puncak semeru kemudian diberi tahu bahwa tinggi semeru adalah 3689m dpl. (dooooonggggg....)


Walau ada sedikit penyesalan namun sudah kepalang tanggung, berbekal menyisihkan sedikit biaya hidupnya, tiap satu atau dua bulan sekali dia membeli spare part dan menjadi sebuah ritual baginnya untuk memperhatikan setiap detil berbagai spare part speda yang terpajang di dinding triplek kamar kos yg berukuran 230 x 250 cm setiap mau bobo (he..he.. ^_^ melas banget..). Bulan berganti dan semesterpun berganti si speda impian belum juga selesai, sehingga akhirnya karena sudah sangat kebelet banget ingin menaiki si speda impian akhirnya dengan berat hati si empunnya mencangkok spare partnya dengan memakai spare part yang dia beli di pasar Comboran (pasar yg serba ada & pasar yg ada-ada saja he..he.. ^_^) walaupun sangat tidak nyaman si speda langsung di tungganginya melewati kota batu, pujon, hingga coban Rondo dan bahkan mengajak downhill si speda. Terang saja beberapa jeruji pelk ban lepas, bengkok bahkan beberapa patah. (he.. he.. dasar gak mikir ya....)


Setelah terakit sempurna, baik ke kampus, ke pasar, beli makan, main ke tempat temen dan jalan-jalan si speda selalu bersamanya bahkan hampir rutin setiap pagi selalu ke batu bahkan pujon sehingga walau sudah makan 7 kali sehari ( 1 porsi = nasi + sayur + 1 tempe/tahu/perkedel = Rp 1600,-) tetap saja dia kerempeng alias kurus kering. Hingga suatu ketika setelah mengembalikan komik (Legenda Naga no 36) di kerto-kertoan tepat di dekat tukang nasi goreng dan tukang mie pangsit yang cukup ramai, si speda diajak standing alias jumping di atas polisi tidur (sleep police) dan dalam seketika baut sadel PATAH, terang saja dia wuisin ne... puool... alias maluuuu.. bangeeet.... Dengan sigap dan sedikit jaim sadel dan baut-bautnya segera di masukkan dalam tas slempangnya dan agar cepat-cepat menghilang dari TKP (malu habis pada ketawa semua sih ha..ha..) si speda langsung dipacunya dengan berdiri dan terang saja baru sekitar 200m si empunya speda dah ngos-ngossan abis alias kecapean.







Si empunya speda kemudian sadar setelah beberapa kali mengganti baut yang terus-terusan patah, jika dengan gaya memakai spedannya yang sangat lembut dan penuh kasih sayang itu ( he..he.. bo’ong banget.. ~O_O~ .. orang makenya parah abis ) berapa kalipun baut diganti pasti akan patah (batang sadel tipe satu baut). Walaupun untuk menaiki si speda awalnya terasa lelah dan malu namun seiring berjalannya waktu semua menjadi terasa biasa-biasa saja bagi si empunnya speda. Karena saat itu si empunnya speda termaksud mahasiswa yang suka bikin repot berbagai organisasi kemahasiswaan maka dengan cepat ketenaran si speda berpindah dari mulut kemulut.


Apalagi setelah pada suatu pagi yang cerah di parkiran teknik saat hannya ada Pak Lan (jukir veteran UB) lewat segerombolan anak SD dan si speda lewat kemudian tiba-tiba saja si empunnya speda terjatuh akibat tersangkut kawat baja penahan tiang listrik. Dan sudah barang pasti pak lan dan gerombolan anak-anak SD itu semuannya tertawa terbahak-bahak (ha.. ha.. ^_^), dan mulailah, setiap si empunnya speda nongkrong diparkiran dengan teman-temannya pak lan selalu mengulas kisah lucu di pagi itu, dan si empunnya speda selalu beralasan bahwa karena tidak ada sadel maka butuh konsentrasi tinggi untuk mengendalikan spedanya sehinga dia tidak melihat ada kabel baja. (he.. he.. he.. padahal mah dasarnya aja bodo', dah tau ada kabel baja masih aja di tabrak).







Inilah kisah awal legenda “ Speda pancal sing ga’ ono sadel’le iku” hingga setahun kemudian ibu si empunnya speda dateng ke malang dan sangat syock setelah tahu bahwa anaknya ke bromo dengan speda yang sangat malu-maluin itu. (He.. he..) terang aja dia dimarah-marahin dan kemudian dia dengan segera mengganti batang sadelnya dengan tipe 2 baut. (Sampe sekarang kuat lho...) si speda bahkan mampu menarik minat teman-teman si empunnya speda untuk melakukan berbagai penjelajahan dengan speda mulai dari penjelajahan sawah, kebun bunga, kota, candi, benteng, perternakan kuda, wisata alam, dsb (ini sih menurut si empunnya speda aja..)


Bersama empunnya si speda juga telah menjelajahi pulau bali, pulau sempu, coban rais, coban rondo, waduk karang kates, waduk selorejo, gunung panderman, gunung bromo dan berbagai tempat indah lainnya di berbagai penjuru jawa timur. Si speda juga telah memasuki berbagai ruang kelas, berbagai lab, studio gambar, widyaloka, student center, gedung kemahasiswaan. Mulai dari yang sekedar numpang parkir hingga bermanuver ria. Jika pulang pergi ke kampus atau keluar jalan-jalan pada malam maupun dini hari sekedar menghilangkan penat untuk berpikir sejenak, si empunnya speda dapat dengan santai menikmat indahnya kerlip cahaya kunang-kunang, mendengar gemricik air sungai, kicauan burung, erangan kodok, denging serangga, kilatan cahaya bulan pada permukaan air sungai, suara angin yang meniup-niup pohon bambu ( kos si empunnya speda mang rada pinggiran seh he.. he..). Si speda juga selalu bersamannya jika memasang spanduk, rapat angkatan, jalan-jalan organisasi, buka puasa bareng, ngerjain tugas di tempat temen (he..he.. ketauan deh kalo o’on) bahkan si speda pernah bersamanya ketika tidur di alam terbuka beralaskan dedaunan pohon kayu jawa di gunung panderman.







Banyak kenangan bersamanya baik yang sudah terlewati maupun masih dalam angan ini, sebuah mimpi ingin ku jelajahi pulau jawa hingga ke ujung sumatra (pulau Weh), namun di kaki kanan ini masih belum hilang rasa ............... yang kudapat di Negara (sebuah kota di pulau dewata) dalam heningnya malam serta dalam pekatnya darah. Ku mulai bangun kembali kekuatan diri ini baik jiwa maupun raga, agar dapat berikan kembali masa jaya sang speda impian, karena dia bukan apa-apa tanpaku. Selalu terngiang dalam setiap impiku sebuah mahfuzhot “ Man jadda Wa jada ” yang akan selalu kupegang dalam hidupku.
Eiiits.... kok jadi puitis sih... he... he... ~@_@~ peace..YO REK..

0 komentar:

Tips Memilih Speda Untuk Traveling



Maraknya kegiatan para komunitas pecinta speda di indonesia yang mulai merambah dunia wisata alam dan wisata jajan, memaksa mereka untuk memilih speda yang dapat digunakan untuk mengakomodir keinginan mereka, bahkan tak jarang ada yang meng-custom tunggangan mereka sendiri. Salah satu diantarannya adalah sang maestro speda jelajah indonesia yaitu pak Paimo, beliau meng-custom spedanya dengan menambahkan tas bagasi, yang kontruksi di integrasikan dengan  frame speda. Dengan spedanya itu beliau telah berkeliling dunia. Gila memang, tapi itulah jalan ekspresi yang di pilih pak paimo pada dunia speda dan petualangan alam yang sangat dicintainnya.

Tulisan ini bukan dibuat untuk anda yang ingin berkeliling dunia dengan speda seperti pak paimo, tapi untuk anda yang hanya ingin menikmati waktu santai liburan sambil jalan-jalan dengan speda senyaman mungkin.

Sebagaimana kendaraan traveling lainnya sperti motor, mobil, kapal dsb,yang memiliki kriteria tersendiri dalam penggunaannya sebagai kendaraan traveling, sepeda juga memiliki beberapa kriteria yang perlu diperhatikan,berikut beberapa diantarannya.

1.      Bobot Speda Harus Sangat-Sangat Ringan

Dalam penentuan tujuan perjalanan traveling terkadang kita akan memilih tempat yang belum pernah kita datangi, sehingga dengan kata lain kita tidak tahu banyak tentang medan yang akan kita hadapi. Berikut ini beberapa contoh keadaan yang sangat membutuhkan Sepeda yang berbobot ringan.

a.       Medan berat, seperti tanjakan yang sangat curam. Dengan boot speda yang ringan speda akan lebih mudah dikendalikan saat menanjak dan beban pedaling juga akan lebih ringan.

b.       Laut, saat ketika kita naik maupun turun dari prahu. Akibat dari volume lambung perahu yang menyelam di bawah permukaan air, maka terkadang  perahu tidak bisa merapat ke bibir pantai akibat terbentur karang, sehingga memaksa kita turun dan menggotong speda.

c.       Jalan sempit yang curam. Untuk mempercepat perjalanan terkadang kita perlu memotong jalan dengan menggunakan jalur apapun yang ada dan resikonnya adalah menggotong.

d.       Tidak menutup kemungkinan juga adannya pohon tumbang dalam trek yang memaksa kita untuk mengangkat speda.

e.       Saat kita ingin begaya di depan sebuah obyek,he..he.. alias saat pengen narsis ha..ha.. ^-^ kayaknya tulisannya mulai ngawur neh.. Wkwkwk...



2.        Konstruksi Speda Harus Sangat-Sangat Kuat
Tidak jarang dalam perjalanan traveling kita menemui jalan berbatu dan drop yang akan membebani konstruksi speda dengan gaya yang lumayan besar, sebagai contoh :
Misal berat pengendara 50 Kg, Speda 12 Kg, dan Tas 8 Kg, jika melompati drop setinggi 30cm dengan gerakan jatuh bebas, maka akan didapat gaya sebesar F=M.a, maka konstruksi speda akan menerima beban 700N. Konstruksi speda inilah yang akan meredam gaya, mulai dari ban, pelek, ruji, frame, hingga sade,l sebelum gaya mulai membentur tubuh kita. Tidak jarang di antara kami ada yang mengalami ban bocor, pelek bengkok, ruji patah, setang patah, baut sadel patah, pedal patah,adjuster rear deraileur patah, rantai putus, dsb. Hal ini akan sangat menggangu perjalanan sehingga disarankan merakit atau membeli speda dengan spesifikasi setinggi mungkin, namun dengan harga semurah mungkin. (ya gak mungkin adalah, kecuali speda bodong ha..ha.. ^_^)
Berikut beberapa contoh medan yang memerlukan konstruksi yang kuat,:

a.      Jalan datar Berbatu.

b.      Turunan curam.

c.      Turunan berbatu.



3.      Kokpit Speda Harus Senyaman Mungkin
Kokpit ini adalah ruang kemudi, yang merupakan kombinasi dari geometri rangka, panjang manu'an (stem), lebar stang, tinggi seat post, panjang crank pedal. Kokpit yang baik adalah yang selalu nyaman di berbagai kondisi masupun posisi pedaling baik duduk maupun berdiri. Berikut salah satu contoh sepeda yang bahkan digunakan untuk menempuh Malang-Tumpang-Bromo tanpa sadelpun tetap terasa nyaman. Photonya dilingkari garis kuning... he..he.. ^_^

4.      Speda Harus Mampu Dipakai All Road
Dikarenakan terkadang kita tidak tahu medan apa yang akan kita hadapi maka disarankan menggunakan sepeda bergeometri dasar MTB kelas XC (Cross Country), karena walaupun kurang efektif di jalan aspal namun dia mampu melahap semua medan. Sedangkan jika menggunakan speda bergeometri Road Bike atau City Bike maka kita akan kesulitan untuk bermanufer di medan2 extrim, dan lagi rasio gear  road bike yang dikhususkan untuk kecepatan tinggi akan memberatkan kita melahap kontur medan yang kasar berbatu, pasir, dan tanah yang licin. Bahkan mungkin jika dipakai untuk melahap kontur berbatu malah dapat membahayakan rangka framenya yang memang tidak dibuat untuk medan off road.

Salut buatseoarang teman bernama aris kurniawan (alias pade) yang melahap rute Malang-Tumpang-Bromo dengan speda road bike flat barnya menggunakan ban 1 inch, hingga salah satu pedalnya patah, mungkin akibat tenagannya yang terlalu overdosis. Wkwkwk...
Berikut beberapa model medan yang mungkin dihadapi saat melakukan Traveling:

a.      Batu, saat kemarau sungai-sungai di lereng gunung akan kering, sehingga dapat digunakan untuk rute bersepeda dengan sensasi tersendiri.

b.      Air, terkadang jalan setapak sudah hilang tertutup rerimbunan semak belukar sehingga akses menuju suatu tempat hanya dapat dilakukan melewati jalur air (sungai) yang biasanya telah tertutup rerimbunnya semak yang menjadikannya trowongan air. Akan tetapi rimbunnya semak terkadang memaksa kami mendorong speda, dari pada kepala nyantol atau kesangkut dan pulang tanpa kepala, ha..ha.. ^_^

c.      Pasir, baik di padang pasir bromo yang berstruktur halus, maupun di pasir pantai yang berstruktur kasar, kita akan sulit untuk bersepeda akibat selip saat ban memutar. Sehingga ban lebar dengan kembangan kasar sangat cocok untuk medan ini.
Di photo dapat dilihat beberapa orang yang kecapean setengah mati di padang pasir bromo dan kehabisan stok air, syukur ndilalah hujan. Lek gak ujan, wis jelas nggawe tenda di sabana iki, Wkwkw... ^_^

d.      Tanah, sama seperti medan pasir, medan ini membutuhkan ban lebar dengan kembang kasar namun jika terkena air atau basah maka tanah akan menjadi licin dan ban mudah selip, karakter ini berbeda dengan pasir yang saat basah malah akan bertambah mudah untuk dilahap.


5.      Harga Speda Harus Semurah Mungkin dengan spesifikasi spare part yang memadai dan tampang juga harus keren lah, karena ongkos makan di perjalanan itu mahal apalagi minumnya yang pasti kayak onta....Berikut ini adalah salah satunnya, ha..ha..
Pamerdikit rek.. walau speda dah butut gini, tapi masih boleh-lah diadu ama mega pro  ha..ha.. ^_^


6.      Jangan Gunakan BMX Sebagai KendaraanTraveling Anda.
Dengan kombinasi geometri kokpit yang sangat tidak nyaman, seat post pendek, fiks gir, dan roda 20 inch apalagi jika ditambah tenda, air, sembako dan team yang bergerak cepat, pasti bikin badan remuk dan otak senut-senut. Jadikalo ada orang yang make speda ini buat traveling, dia pasti orang yang IQ-nya jeblok atau udelnya dah bolobng, ha..ha.. ^_^


Akhirkata
Mohon maaf jika tulisan ini super ngawur, maklum emang ini bukan tulisan serius kok, tulisan ini dibuat Cuma untuk mengenang hari jadi speda saya yang ke 4, setelah perakitannya selesai pada agustus 2006 yang dimulai pada akhir2005. Perakitannya memakan waktu lama dikarenakan susahnya mencari spare part yang compatible dengan kantong dan keinginan punya speda bagus, ha..ha.. ^_^

Bahkan diawal perakitannya di kanibal dengan menggunakan komponen dari comberan alias Pasar Comboran, dan off road turunan pertamannya di rute Coban Manten dan Rondo, alhasil pulang ke malang dengan kondis ibanyak babak belur, ruji patah dan pelek bengkong, ha..ha.. ^_^

Speda ini telah menemani saya melakukan traveling keberbagai tempat yang cukup dekat dengan kos-kosan saya saat itu, dan Insya Allah pada november tahun ini akan menemani saya melakukan traveling agak jauh sedikit dari kontrakan saya saat ini, mulai dari Zero "0" KM South indonesia di perbatasan Timur Leste, balapan ma komodo dihabitatnya, melihat pemandangan danau dari puncak rinjani, mandi di ranu kumbolo, makan gudeg jogja, diving di kepulauan karimun jawa, joging di anak krakatau, melompati batu nias, melintasi jembatan laut batam, dsb,  hingga akhirnya menapak di Zero "0" KM West indonesia di pulau Weh, dan mungkin sekalian merayakan tahun baru ajalah disana.Dan mudah-mudahan dikemudian hari ada kesempatan untuk melanjutkan Zero "0" KM North dan East Indonesia.

Terimakasih banyak buat temen-temen (guruh, andrik, pade, muhzar, brodin,dita, danang, mas robi, ichi, hendro, sulis, yudha, atif, dodon, anang, panji, debi, purbo, fajrin, dsb) yang udah mau nemenin kami jalan-jalan selama ini, hadi ma hidayat yang udah maun ganterin muter-muter nyari spare part, mas rinto yang udah bantuin ngerakitin speda serta menginspirasi saya untuk bersepeda, dan teman-teman lainnya yang gak bisa saya sebutin satu-persatu. Terimakasih banyak juga buat PT. InseraSena yang udah mau ngisi tabungan saya tiap bulan dan temen-temen ProDev yang udah ngasih banyak ilmu tentang speda, yang bakal saya pake buat bekal dan persiapan Road To Zero KM Indonesia. "Kok jadi kayak kata pengantar skripsi yo,ha..ha.. ^_^"


My Bicycle Specification:
Frame: Big Cat 16"
Fork: RST CAPA, 100mm Travel
Transmition: Gado2 Shimano 8sp, but not Compatible ^_^
 Handlebar: Zoom
Brake: Acor V-Brake, Shimano Lever.
Sadle: Velo
Wheel: Gado2 with Front Tire On-Road and Rear Tire Off-Road.


Oh ya, ada yang inget ma tempelan ini gak di mading biru. Sayang mbiyen pas sikilku sek pincang-pincang, jadi gak ke openi yo. Saiki pas wis mulai iso mancal maneh, kadung lulus, kita gak sempet regenerasi yo, ckckck sayang....


Kalo temen-temen ada yang mo ikut Road From Zero To Zero (South-Westh) KM Indonesia tulis aja di sini, kalo mo ikut tapi gak bisa, ya udah TA aja ^_^.he..he..  Entar kita bikin maping time point lagi kayak dulu pas bali. Oh ya, rute jawa dah di maping sama muhzar,kalo bali mungkin kita bakal lewat utara aja biar lebih cepet (padahal aslinya, kalo lewat selatan ada yg trauma iki rek ^_^, he..he..), NTB, NTT, ma Sumatra nyusul aja. Insya allah 1 november 2010 kita jalan, walaupun Cuma 2 orang. Kalo3 berarti yg satu gak boleh ikut coz ada yg trauma budal ganjil, he..he.. ^_^bcanda.....

0 komentar:

WAE REBO THE HEART OF MANGGARAI




Akhirnya pada pukul 19.00 WITA kami berdua tiba di pemukiman suku wae rebo, setelah 8 jam pendakian dalam derasnya hujan dan pekatnya kabut. Tidak sedikit rintangan yang menghibur kami dalam pendakian ini, mulai dari beberapa kali terperosok jurang akibat rapuh dan licinnya jalan setapak, menggilannya birahi lintah-lintah hutan akibat hujan hingga terus menerus menghinggapi tubuh kami, sampai beratnya speda yang harus kami pikul selama pendakian.

Sampai disana kami di hantar oleh bapa Maximus ke rumah niang utama [omah tembong] disana kami di sambut oleh para mama tua. Di pemukiman suku wae rebo saat itu memang hanya ada para mama tua, bapa tua, anak balita, dan sedikit pria dan wanita, karena ada undangan kenduri di keluarga bapa thomas di Denge. Pantasan saja saat kami meminta izin pendakian pada bapa Frans selaku ketua lembaga suku wae rebo di denge, kami di beritahu bahwa pemukiman suku wae rebo hari itu pasti sepi, beliau juga mengingatkan kami agar menitipkan speda di rumah bapa Basius karena medan ke pemukiman suku wae rebo sangat berat, terjal, banyak jurang, dan rawan longsor. Tapi dasar ngeyel kami bilang saja “bapa Frans, kalo kami tidak kuat angkat nanti spedanya kami buang di jurang saja, he..he..”

Saat itu hari minggu (9/nov/2010) kami memulai perjalanan berspeda kami dari masjid di dusun dintor yang berada tepat di bibir pantai pada pukul 7 pagi. Saat itu dintor ramai, karena hari minggu adalah hari pasar untuk dintor. Asal tahu saja sampai saat ini di kabupaten manggarai tengah budaya pasar harian masih di pakai masyarakat di sana, sehingga para pedagang akan berpindah dari satu desa ke desa lainnya setiap hari begitu pula para pembelinya. Dalam perjalanan kami menuju pemukiman suku wae rebo kami sering bertemu para penduduk wae rebo yang membawa hasil buminya yang umumnya berupa kopi, sirih dan buah markisa untuk di jual ke dintor sekaligus untuk menghadiri acara kenduri di denge. Salah seorang tokoh seniman wae rebo dan juga terkenal paling lucu yaitu bapak matias bahkan memberi kami berdua buah markisanya saat bertemu di tengah-tengah pendakian.

Perjalanan bersepeda ke wae rebo ini kami mulai dari mataram (30/okt/2010). Setelah melewati beberapa pulau dan melihat keragaman budaya serta peninggalan peradaban masa lalu, kami juga sempat mampir menjenguk embahnya cicak alias Komodo di pulau rinca hingga akhirnya tiba di pemukiman suku wae rebo. Tanpa bertele-tele lagi inilah deskripsi saya tentang suku wae rebo yang dijuluki the heart of manggarai setelah satu minggu hidup bersama mereka.

Bagi mereka tiada salam tanpa senyuman. Hal ini adalah fakta yang kami rasakan karena kedatangan kami bertepatan dengan keberangkatan hampir seluruh warga suku wae rebo ke Denge untuk menghadari kenduri sehingga sepanjang pendakian kami selalu bertemu warga wae rebo yang turun ke denge. Hal yang paling saya salut dari suku wae rebo ini adalah tiada perbedaan perlakuan bagi tamu. Bayangkan saja kedatangan kami disambut oleh para tetua adat dan beberapa pria yang masih tertinggal di desa, para ibu berkumpul untuk memasakkan kami makanan padahal umumnya jam kedatangan kami adalah jam tidur mereka yaitu pukul 7 malam. Selain itu ada ibu yang langsung membawakan selimut dan bantal dari rumahnya masing-masing beserta baju ganti untuk kami pakai. Padahal kami bukan pejabat lho...

Kami bahkan mengobrol hingga pukul 11 malam dengan para pria dan para tetua adat, saat itu para ibu tetap berada di dapur sampai kami meminta izin untuk istirahat, baru kemudian mereka pamit ke rumah masing-masing. Lebih mengagetkannya lagi saat mereka mengucapkan “Neka rabo” yang artinya jangan marah atau dalam bahasa kita umumnya diartikan maaf atas kurang layaknya penyambutan mereka. Hal ini bukan hanya berlangsung satu hari bahkan setiap waktu makan (3x) dan Snack (2x) selalu ada para pria yang datang untuk menemani kami ngobrol dan para ibu juga selalu menunggu kami di dapur sampai kami selesai makan baru kemudian mereka pamit ke rumah masing-masing.
Cara mereka melepas kepergian orang pun sedikit berbeda dengan budaya kita pada umumnya yang selalu berucap “hati-hati di jalan” namun disana saat mereka melepas kami pergi saya selalu mendengarkan kata-kata “baik-baik di jalan”. Bahkan mereka selalu memberi kami teman jalan saat ingin turun ke dintor, mereka beralasan ada urusan di denge padahal kami rasa mereka hanya ingin menemani dan membantu kami. Hal ini bukan tanpa alasan karena mereka selalu menawarkan untuk membantu mengangkat sebagian bawaan kami. Rasa salut saya pada mereka tidak berhenti sampai disitu, karena para warga di sana bahkan sering memaksa kami untuk bertandang kerumahnya dan di jamu, bahkan pernah pada pagi hari kami bertanya tentang buah markisa, saat siang sekeranjang buah markisa di berikan pada kami.WOW nikmat abizz...


Bagi mereka menjaga adat adalah hidup mereka. Berbeda dengan suku badui yang tertutup dengan peradaban, suku wae rebo sangat terbuka dengan peradaban. Di pemukiman suku itu tidak ada anak yang berumur 7-20 tahun karena para anak mereka merantau untuk bersekolah, mulai SD sampai kuliah bahkan bekerja di perantauan. Mereka juga berjualan hasil bumi mereka ke dintor dan manganut kepercayaan Katolik, namun mereka tetap terus-menerus menjaga budaya leluhur mereka. Mulai dari upacara pemberian nama anak, pernikahan, kematian, buka kebun, penyambutan awal tahun, hingga upacara pembuatan rumah niang, mereka selalu mengiringinya dengan ritual adat.

Beruntung saat kami bertandang kesana kami di beritahu bahwa mereka akan melaksanakan upacara penyambutan tahun baru di awal bulan beko atau bertepatan dengan tanggal 15 november tahun masehi. Sehingga kami yang awalnya hanya ingin melihat-lihat saja dan melanjutkan perjalanan bersepeda ke danau kalimutu akhirnya mengubah schedule kami untuk menginap selama satu minggu hingga tanggal 16 november.

Upacara penyambutan tahun baru suku wae rebo dinamakan Penti, acaranya di mulai pada pukul 8 pagi tanggal 15 dan berakhir pada pukul 6 pagi tanggal 16. Rangkaian acaranya cukup panjang mulai dari doa bersama di dalam omah tembong, membagi tiga kelompok yang di bagi ketiga penjuru desa, di lanjutkan maincaci, dan doa di kuburan leluhur kemudian mengantar leluhur ke omah tembong untuk turut serta dalam rangkaian penti, pada malam harinya di lakukan penyembelihan babi untuk setiap rumah dan diakhiri dengan Sanda mulai pukul 9 malam hingga pukul 6 pagi. Pada acara sanda seluruh warga suku wae rebo menyanyi dan menari sambil berputar mengelilingi omah tembong.

 
Dalam pelaksanaan upacara penti ini kami melihat budaya gotong royong yang luar biasa. Mulai tanggal 11 para pria sudah bekerja membuka jalan setapak untuk para saudara mereka yang datang dari denge atau rantauan. Karena bagi orang-orang suku wae rebo upacara penti adalah momen mudik bagi mereka. Pembukaan jalan bukan hanya menebas rumput ataupun semak belukar, tapi juga merapikan batu-cadas yang mengganggu jalan setapak mereka, dan itu adalah momen yang luar biasa bagi saya melihat langsung kecakapan puluhan orang meratakan tebing dengan hanya menggunakan parang dan batang-batang pohon. Pembersihan jalan ini dipimpin langsung oleh bapa petrus, beliau adalah sang maestro serba bisa di suku wae rebo.

Selain itu mereka juga membersihkan kuburan para leluhur mereka secara gotong royong. Saat tidak sedang gotong royong mereka turun ke denge, dintor atau lemboruntuk membeli ayam, beras, minyak dan kebutuhan upacara adat penti lainnya. untuk para wanita mereka menyiapkan makanan dan membersihkan rumput di lapangan tempat pelaksanaan maincaci dan ritual lainnya.

Hal lain yang membuat kami salut pada mereka pada saat mereka menghargai sesama warga wae rebo lainnya. Bayangkan saja jika warga suku wae rebo ada yang memiliki hajat di desa lain maka mereka semua akan berangkat meninggalkan mata pencarian mereka, balita dan para lansia minimal selama dua hari, karena sulitnya medan yang harus mereka tempuh untuk keluar dari hutan mereka. Sekedar gambaran, mereka tinggal di lereng yang dikelilingi pegunungan yang sering berkabut, padahal pintu keluar hutan terdekat mereka berada di dekat pantai.

Omah niang atau rumah adat manggarai mereka adalah adalah salah satu cerminan dari rasa tanggung jawab mereka dalam menjaga adat dan tradisi leluhur mereka. Di saat seluruh masyarakat di sekitar mereka telah menggunakan konsep rumah modern, mereka tetap membangun rumah niang dan menempatinya. Padahal untuk membangun rumah niang tidaklah mudah apalagi untuk menghuninnya, karena satu rumah niang umumnya dihuni oleh 6 keluarga dan untuk omah tembong di huni oleh 8 keluarga. Omah tembong ini dihuni 8 keluarga karena dalam sejarahnya suku wae rebo ini awalnya memiliki 8 empo [leluhur] sehingga omah tembong memiliki 8 kamar dan 8 tungku sebagai penghormatan pada leluhur mereka. Bayangkan saja beberapa keluarga menghuni satu rumah, kalo mereka tidak memiliki rasa saling menghargai dan memaklumi perbedaan apa yang terjadi. Inilah bukti dan bentuk rasa tanggung jawab mereka dalam menjaga adat dan tradisi mereka.

Ada satu hal lagi yang membuat Kami kagum pada mereka. Saat beberapa kali kami di undang untuk bertamu di rumah warga wae rebo, kami selalu melihat adanya gulungan ijuk dan ilalang. Ketika kami tanya untuk apa gulungan ijuk dan jerami itu, mereka bilang itu untuk persiapan membangun 3 rumah niang baru. Padahal tempat mendapatkan ilalang terdekat adalah di pulau mules dan untuk ijuk harus mereka beli di daerah lain. Dan ketika kami tanya kapan mereka akan mulai membangun rumah niang lagi, mereka menjawab saat izin dari dinas kehutanan sudah di dapat. Wow... Bayangkan suku yang tinggal di tengah hutan dan di kelilingi pegunungan, jangankan orang dinas kehutanan semenjak indonesia merdeka saja kepala desa mereka baru satu kali mengunjungi mereka, itupun karena paksaan dari LSM dan Dinas Pariwisata. Suku yang tidak memiliki sarana penunjang kesehatan, pendidikan, listrik bahkan jalan yang layakpun mereka tidak punya tapi mereka mau memahami aturan dinas kehutanan dan mau juga mematuhinya.

Kembali menyinggung upacara penti, upacara penti adalah upacara penyambutan tahun baru bagi mereka dan menggunakan bulan sebagai acuan seperti tahun hijriah. Peletakan bulan pertama mereka jatuh pada bulan beko, bulan beko dinamai berdasar nama tumbuhan yang akan mulai tumbuh di bulan itu yang juga menandakan di mulainya musim tanam. Hal ini berbeda dengan peletakan bulan pertama pada umumnya kalender dunia yang mengacu pada siklus awal matahari ataupun bulan. Bukan hanya bulan beko saja yang menggunakan nama tumbuhan, hampir semua bulan disuku wae rebo menggunakan nama tumbuhan, binatang ataupun siklus alam yang memiliki tanda-tanda tertentu pada saat datangnya bulan itu. Hal ini membuktikan keselarasan kehidupan mereka dengan alam sekitarnya.

            Keselarasan mereka dengan alam juga terbukti dengan bergantinya mata pencaharian mereka, dari yang mulanya petani jagung atau sayur mayur menjadi petani kopi. Kesadaran mereka akan bahaya dari efek proses penanaman jagung mulai muncul bukan dari longsor ataupun bencana alam, tapi dari pemikiran bahwa jika mereka terus menggali tanah untuk penggemburan lahan jagung makan tanah lereng mereka perlahan-lahan akan habis dan hanya akan menyisakan lereng batuan cadas. Sekali lagi kesadaran mereka akan pentingnya menjaga alam ini membuat saya takjub pada masyarakat yang letaknya sangat terisolasi ini, padahal sebagai mana umumnya kita ketahui kopi bukanlah tanaman yang ditanam akan langsung berbuah banyak. Keputusan mereka ini memiliki konsekwensi yang besar pada penghidupan mereka.

            Jika anda berkeliling wilayah hutan di sekitar pemukiman suku wae rebo maka anda akan mendapati beberapa aliran sungai kecil maupun besar dan jumlah aliran sungai sama dengan 50 tahun yang lalu. Jumlah sumber air yang tetap sama ini bukanlah suatu keajaiban, tapi hasil dari kesadaran masyarakat suku wae rebo akan pentingnya menjaga kelestarian hutan. Penjagaan pelestarian hutan pada awalnya di lakukan dengan menhentikannya upacara randang atau pembukaan wilayah kebun baru dengan menebas hutan, selain itu dengan aktifnya para warga mengumpulkan benih pohon-pohon kayu besar seperti kayu maras, worok dan lain sebagainnya, untuk kemudian mereka bagi secara merata di hutan. Saat ingin membangun rumah niangpun mereka meminta izin pada dinas kehutanan terlebih dahulu baru kemudian menebang pohon.

Kearifan mereka juga tercermin dari kemandirian mereka dalam membuat jalan setapak yang layak untuk sebagai sarana transportasi pengangkutan hasil kebun mereka ataupun pengangkutan pangan yang mereka beli dari dintor dan bukannya mengeluh pada pemerintah yang walau sudah 65 tahun merdeka tapi tidak mau memberi mereka jalan yang layak. Kami berdua sudah beberapa kali mendaki gunung ada yang di pulau jawa juga ada yang di lombok, dan jujur saja bagi kami medan menuju pemukiman suku wae rebo ini masih terlalu parah untuk kami berdua. Padahal mereka sudah dua tahun ini terus memperbaiki jalan setapak mereka, dengan menghancurkan batuan-batuan cadas di tebing-tebing yang curam hanya dengan perkakas yang sangat sederhana.

Menurut bapak isidorus selaku pemimpin para tetua adat, sejarah awal mula terbentuknya suku wae rebo adalah saat terjadi perselisihan nenek moyang mereka selaku anak sulung dengan raja todo saat itu selaku anak bungsu. Karena tidak ingin terjadi konflik berkepanjangan sang anak sulung kemudian pergi dari kerajaan todo dan dituntun oleh seekor musang ke pemukiman wae rebo saat ini. Disitulah kemudian dia menetap dan mulai membentuk kelompok kecil masyarakat baru. Setelah konflik mereda sang bungsu ingin memberikan jabatan raja pada sang sulung namun si sulung menjawab “saya mau menjadi raja jika kamu bisa menyelasaikan seluruh masalah kerajaan todo, jika kamu tidak mampu maka jadilah raja dan saya yang akan menyelesaikan masalah kerajaan todo” mulai saat itu hakim kerajaan todo di pegang turun temurun oleh suku wae rebo.

Kembali ke waktu pendakian kami. Saat kami mulai mendaki ke pemukiman suku wae rebo ini kami di iringi-iringi oleh puluhan anak kecil asli suku wae rebo yang bersekolah di denge. Saat kami tanya apakah mereka sering pulang, mereka bilang kadang sebagian dari mereka ada yang pulang setiap sabtu sore dan turun kembali pada minggu siang. Bayangkan saja anak yang umurnya sekitar 7-12 tahun harus melewati medan seperti itu. Saat mencapai daerah wentijo, sebuah sungai yang memiliki banyak batu-batu besar para anak kecil tersebut mandi dan kami melanjutkan perjalanan kami kembali tanpa mereka. Kami juga di ceritakan oleh bapa pilipus bahwa jika anak-anak itu pulang dari denge mereka pasti membawa beras, minyak, garam dan kebutuhan  pangan lainnya, jika tidak mereka pasti mencari kayu bakar disepanjang jalan yang mereka lewati untuk di bawa kerumah mereka masing-masing.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan keseharian para pria dewasa di suku wae rebo, karena mereka menanam 2 jenis kopi yang berdeda dan memiliki masa panen yang juga berbeda bulan. Maka kegiatan keseharian mereka selain berkebun adalah mengangkut kopi minimal 30kg untuk di jual di denge dan saat mereka kembali pulang mereka akan mengangkut beras dan kebutuhan pangan lainnya minimal 25 Kg. Kebiasaan naik turun gunung dengan medan dan bawaan yang berat ini memberikan efek kelincahan dan kekuatan pada tubuh para pria suku wae rebo ini. Hal inilah yang menyebabkan suku wae rebo sangat disegani dalam permainan caci.

Dalam budaya manggarai permainan Caci atau biasa disebut maincaci adalah pertarungan dengan alat pukul dan tangkis. Permainan ini memiliki aturan satu kali pukul dan satu kali tangkis sampai salah satu dari keduanya meminta untuk berhenti. Walaupun suku wae rebo ini minoritas, namun dari lima delegasi kabupaten manggarai tengah suku wae rebo mampu merebut jatah 2 delegasi.Wow... padahal mereka cuma sebuah dusun kecil dengan hanya berisi 2 pejabat RT, namun diberi kepercayaan untuk mengirimkan 2 delegasi.
Menurut bapa petrus selaku maestro permainan caci saat ini atau biasa mereka sebut Jantan, maincaci biasanya diadakan sebagai acara tambahan saat upacara pernikahan, randang ataupun penti. Dan menurutnya main caci berbeda dengan tarung bebas karena maincaci memberikan kesempatan yang adil bagi para pemainnya, selain itu para pemain caci bukan datang untuk mencari musuh tapi untuk mencari teman. Menurut mereka jika para pemain caci sudah beberapa kali bertarung dan selalu seimbang atau jumlah kalah menang mereka sepadan maka mereka akan menjadi seperti saudara, sehingga mereka dilarang untuk bertanding kembali. Hal ini dikarenakan menurut pengalaman orang-orang manggarai, sesama saudara jika bertanding maka akan terjadi luka yang fatal bahkan hingga berujung pada kematian.

            Selain bercocok tanam kopi, masyarakat disana juga menanam tembakau, sirih, pinang, keladi, labu siam, markisa dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Para wanita disana juga memiliki kegiatan lain yaitu menenun kain. Motif kain tenun suku wae rebo sangat unik dan menggunakan benang-benang berwarna cerah. Saat disana saya sempat meminta mama katarina untuk mengajari saya menenun dan beliau sangat senang sekali, tapi dia sempat bilang “ hei anak, tidak ada anak lelaki yang menenun’’ kemudian saya jawab saja “ dulu memang tidak ada mama, tapikan sekarang sudah ada saya, he..he..”. Jika saya kembali memiliki kesempatan kesana saya akan pasti akan berguru tenun pada beliau.

Sekedar mengingatkan jika anda kesana jangan heran jika pagi siang malam anda akan disuguhi sayur labu siam, karena itu adalah sayur kesukaan mereka. Sedangkan untuk sekitar jam 9 pagi dan 4 sore anda akan disuguhi jajan berupa keladi atau talas sepiring penuh per orang. Buat para penggila kopi pemukiman suku wae rebo adalah surga bagi anda, karena minimal anda akan disuguhi kopi terbaik mereka minimal 5 kali sehari dan kalo anda mau nambah mereka pasti sangat-sangat senang sekali. Oh ya jika anda berkunjung kesana sampaikan salam saya pada bapa isidorus selaku pemimpin tetua adat dan seluruh warga wae rebo atas pelajaran hidup yang mereka berikan pada saya. Dan jangan lupa menyapa mereka dengan kalimat “apa pande ?” dan jika anda pamit jangan lupa teriakkanlah “Mohe wae rebo”.

0 komentar:

21 PERUMPAMAAN PERSAHABATAN




Mesin 2005 (MoLimo)

Mohon maaf kalo tag catatan ini nyumpek-nyumpekin wall anda, karena memang itulah maksud dan tujuannya, he..he.. ^_^,  Sejujurnya catatan ini di buat karena bingung ngisi uselese time aja, jadi mohon maaf lagi kalo isinya ga berbobot blazz... Waktu itu kebetulan pas lagi buka file-file lama kepeleset buka photo ini, eh jadi keinget ma semboyan arek mesin “Solidarity Forever and Ever”... Ndilalah terinspirasi dan jadilah tulisan ga jelas ini,he..he.. ^_^,  oh ya mohon maaf juga buat para model ilustrasi photo, jika wajah anda terlihat ancur dalam photo di catatan ini, kami tidak menerima pengaduan dalam bentuk apapun, karena emang dah ancur dari sononya kok, he..he.. ^_^, piss rek....

Oh ya, catatan ini juga terinspirasi dari lagu ciptaan Sindentosca yang mengumpamakan persahabatan bagai kepompong. Saya yakin setiap dari kita pernah merasakan persahabatan bahkan mungkin memiliki perumpamaannya sendiri. Persahabatan memiliki andil terbesar kedua setelah keluarga dalam membentuk karakter dan kedewasaan kita, persahabatan jugalah yang memberi arti dari keberadaan kita atau paling tidak membuat kita merasa berarti, merasa penting dan juga merasa lebih hidup.

Let chek these out...



1. Persahabatan itu bagai “Langit Fajar”
    Entah seberapa bermasalahnya hidup kita, para sahabat bukan hanya akan mengusir kegelapan dan meneduhkan kembali hati kita, namun juga kembali menyinarinya dengan semangat perjuangan untuk kembali menjalani kehidupan.

    Puncak Arjuno

    2. Persahabatan itu bagai “Pohon Besar”
      Akarnya dalam menancap dalam sanubari hingga kekokohannya bahkan takkan tergoyahkan oleh hantaman badai kehidupan. Maka jika saat badai kehidupan menerpamu, segera sandarkanlah dirimu pada para sahabatmu.

      Mancal Nang Bromo

      3. Persahabatan itu bagai “Rumah Niang”
        Banyak anak yg tumbuh dewasa di dalamnya, membangun impian dan harapannya dalam kehangatan atap ijuk dan ilalangnya. Para anak itu juga tumbuh dewasa dalam kehangatan persahabatan, yang di dalamnya mereka saling bahu-membahu membangun impiannya.

        Mancal Nang Suku Wae Rebo

        4. Persahabatan itu bagai “Rerumputan”
          Tidak peduli di pangkas atau dibakar, selama hujan masih turun dari langit maka selama itu pulalah rerumputan akan terus tumbuh. Begitu pula persababatan, tidak perduli seberapa banyaknya pertengkaran, selama  kesejukan embun masih membasahi hati manusia, selama itu pulalah persahabatan akan terus tumbuh kembali lagi dan lagi.

          Savana Bromo

          5. Persahabatan itu bagai “Perjalan Air”
            Hukum alam memaksanya untuk selalu kembali bermuara ke samudra, begitu pula perjalanan hidup manusia, sebagai makhluk sosial hukum alam akan selalu memaksanya untuk bermuara dalam persahabatan. Coz for Human, No Friend, Not Life.

            Mancal Nang Coban Rais

            6. Persahabatan itu bagai “Melukis Pelangi”
              Saat  uap air memenuhi langit, maka silau mentari akan dibiaskannya hingga menjadi kombinasi warna-warni yang indah. Saat air mata memenuhi hatimu, maka para sahabat akan membiaskan silau masalahmu menjadi hal-hal indah, Trust it...

              Pelangi di Spedaku

              7. Persahabatan itu bagai “Keluarga”
                Dalam perantauan, para anak rantau akan menemukan keluarga baru di tanah rantaunnya. Siapakah keluarga barunya itu.? mereka adalah para sahabatnya... Memang mereka bukan saudara sedarah, tapi mereka saudara sehati dan sejiwa bahkan mungkin semimpi...

                My Family

                8. Persahabatan itu bagai “Tetean” (tanaman yang digunakan untuk pagar pembatas)
                  Para sahabat memperlihatkan pada kita batasan berbagai hal dalam hidup, namun mereka bukanlah “pagar tembok” yang menghalangi kita untuk menembus batas-batas itu. Itulah alasan mengapa kita sering lebih merasa dewasa saat bersama mereka dari pada saat bersama keluarga. Coz they trust you...

                  Sarangan, Magetan

                  9. Persahabatan itu bagai “Taxi Motor” (perahu untuk angkutan antar pulau)
                    Setiap manusia masing-masing memiliki pulau impiannya sendiri, dalam perahu persabatan mereka akan di hantar mengarungi samudra kehidupan hingga tiba di pulau impiannya. Tentu jelas akan lebih lambat dari kapal pribadi, tapi paling tidak mengarunginya bersama-sama membuat semuanya terasa menyenangkan dan murah lagi... he2x..   ^_$

                    Mancal Nang Labuhan Bajo

                    10. Persahabatan itu bagai “Gerbang Penyambutan”
                      Persahabatan itu tidak datang dengan sendirinya, tapi kitalah yang harus datang pada persabatan, di sana kita akan tahu bahwa persabatan itu adalah gerbang penyambutan yang tak berpintu... Lihat aja tuh, disana para sahabat telah menyambut kedatangan kita...

                      Waduk Selorejo

                      11. Persahabatan itu bagai “Ladang Padi”
                        Mungkin waktu akan mengaburkan kita bahkan melenyapkan kita dari memori kenangan para sahabat kita. Tapi memangnya kenapa.? Saat hujan kembali turun, itulah saatnya kembali menanam benih padi. Maka yakinlah hujanmu akan kembali datang. Itulah saat untuk menanam kembali benih kenangan di dalam persahabatanmu...

                        TOEFL Class, ELFAST

                        12. Persahabatan itu bagai “Speda Ontel”
                          Walaupun masanya tidak lama, tapi kita mengenangnya sebagai alat transpotasi masyarakat paling dominan di zamannya. Walaupun perjumpaannya memang tidak lama, kenangan akan kenyamanan, kegembiraan dan keberagaman membuat persahabatan itu selalu indah untuk di kenang euy...

                          Cofidence Class, ELFAST

                          13. Persahabatan itu bagai “Tradisi budaya”
                            Zaman memang telah melupakannya dan menjadikannya sebagai kenang-kenangan tradisi masa lampau, tapi ada segelintir orang yang masih terus berusaha menjaga tradisi itu... Waktu mungkin akan menjadikan persahabatan kita sebagai kenangan masa lampau, namun selalu ada kok penjaga untuk tradisi maka begitupulalah penjaga persahabatan...  kitakah.!!??

                            Nanggap Wayang

                            14. Persahabatan itu bagai “Padang Pasir”
                              Setiap tetes air hujan yang jatuh akan diserapnya hingga menjadikannya selalu kering tak berair... Begitupulalah persahabatan, setiap tetes air mata kesedihan di hati para sahabatnya akan segera di serapnya habis menjadikannya kembali kering, tidak perduli hujan badai kehidupan sederas apapun mengguyurinya terus menerus...

                              Lautan Pasir Bromo

                              15. Persahabatan itu bagai “Telaga”
                                Selalu ada cukup air untuk semua, baik vegetasi di sekitarnya, binatang hingga para pendaki. Ingat sang telaga tak pernah memilih siapa peminumnya... Selalu ada cukup tempat bagi kita dalam persahabatan, dan ingat manusiapun tidak memilih pada siapa persahabatan akan diberikan, karena saat sadar mereka sudah bersahabat...

                                Ranu Kumbolo

                                16. Persahabatan itu bagai “Pengecoran Logam”
                                  Semakin tinggi suhu lebur logam maka semakin Baik logam cair mengikuti pola cetakan yang di buat... Semakin sering saling merepotkan satu sama lain, maka akan semakin baiklah persahabatan itu, Mengapa.!?..  Yah karena memang begitulah pola persahabatan...

                                  Squad Metal Casting Laboratory

                                  17. Persahabatan itu bagai “Belukar Karang”
                                    Seperti apapun kering, tandus dan kerasnya batuan karang, Belukar Karang tetap mampu tumbuh dan menelusupkan akarnya kedalam batuan karang. Sekering dan sekeras apapun hati manusia, persahabatan pasti akan bisa tumbuh dihatinya...

                                    Mancal Nang Pulau Sempu

                                    18. Persahabatan itu bagai “Bandeng Bakar”
                                      Ajib, Ma’nyus dan Top markotop, mungkin itulah kata-kata yang cocok untuk melukiskan rasa Bandeng Bakar. Bahkan sebanyak apapun duri bandeng,  ga jadi masalah saat menikmatinya... Itulah mungkin perumpamaan yang cocok untuk melukiskan betapa nikmatnya rasa persahabatan, walaupun jelas banyak juga duri didalamnya...

                                      Waduk Karang Kates

                                      19. Persahabatan itu bagai “Kawah Bromo”
                                        3 desa di 3 kabupaten tetap terus menggantungkan harapan hidup mereka pada Kawah Bromo, padahal selama beberapa dekade fluktuasi Kawah Bromo sering menutup mata pencaharian mereka... Tak jarang persahabatan juga meyusahkan bahkan melukai perasaan manusia, tapi mengapa mereka tetap terus menjalin persahabatan... Hal ini karena mereka percaya, suatu saat fluktuasinya akan mereda juga...

                                        Kawah Bromo

                                        20. Persahabatan itu bagai “Candi”
                                          Candi adalah sebuah tempat sakral untuk menjalankan ritual ibadah spiritual... Begitu juga persahabatan, karena persahabatan adalah tempat sakral untuk menjalankan ritual ibadah sosial (Hablu minannas)... Bahkan persahabatan jugalah yang membuat Amal Ma’ruf Nahi Mungkar terasa lebih indah euy... 

                                          Mancal Nang Candi Badut

                                          21. Persahabatan itu bagai ”Dermaga”
                                            Banyak perahu di tambatkan padanya, padahal jauh lebih mudah jika mereka merapat ke bibir pantai, Mengapa.!?.. Banyak juga manusia yang menambatkan diri pada persahabatan, padahal terkadang malah merepotkan, Mengapa.!?.. Karena disanalah saat badai laut datang mereka tetap akan punya pegangan...

                                            Dermaga Pulau Rinca




                                            Persahabatan itu bukan soal seragam yang sama kok,

                                            6 IPA 6 - Ma'had Al-Zaytun

                                            tapi soal duduk dan berjalan bersama-sama dalam kehidupan ini...

                                            My Best Friends in My Pondok School. he..he.. ^_^

                                            To all of my friends. Thanks for give me piece of your time. Coz that I still feel my spirit for live and my spirit for get all of my dreams...

                                            0 komentar: